Friday 3 July 2015

catatan mas daniel : tentang tukang tambal ban

Pak Parno, seorang tukang tambal di jl kebon kacang raya berpenampilan sangat sederhana, menyesuaikan profesinya kira kira demikian. Bila didekati dan bercakap dengannya, tak terlihat sama sekali aura relijiusnya, baik dari ucapan apalagi atribut. Yang mengejutkan bagi saya, hidupnya penuh kepasrahan diri. Itu terbukti beberapa kali customer yang tidak punya uang sama sekali dilayani dg baik,  diperbolehkan membayar besoknya, padahal kenal pun tidak. Saya terkesima mengingat ini di Jakarta, lalu saya pun bertanya;" Pak Parno ndak takut kalau tidak dibayar? Ban dalam saja sdh 50rb, ini jakarta lho pak!", tandas saya menguji. Pak Parno menjawab kalem:"Ah, saya pasrah saja dlm hidup dik! yang penting saya sdh menolong, perkara kembali kesini dan membayar ya berarti orang tsb jujur. Sudah biasa ada yg kembali meski dari Cengkareng, tapi ada yg tetangga sendiri tapi tdk mau bayar".

Seorang kepala bagian SDM yg pernah saya kenal sewaktu menjadi atasan saya pun mirip2 dengan Pak Parno modusnya, 11-12. Kabag tsb sama sekali tidak relijius baik perkataan maupun penampilan fisiknya namun berbuat nyata dengan tindakan drpd kumpulan kata-kata suci nan menghanyutkan. Beliau sangat peduli dengan bawahan; memperjuangkan kenaikan gaji, memperjuangkan status pegawai tetap dll, bahkan tak sedikit yg dibantu olehnya untk urusan2 yg sifatnya pribadi, sebut saja pinjaman. Namun sama dg nasib Pak Parno, ada yg membayar ada yg tidak.

Dari cerita diatas, lantas saya merenung. Ada ungkapan yg cerdas untuk menggambarkan situasi tsb: "Dont judge book by its cover" yg secara dangkal saya gambarkan untk kedua kasus cerita tsb. Selain kedua orang yg memiliki typikal sama tsb lantas saya ingat pula dg seseorang pimpinan perusahaan yg dikenal sangat relijius, suka membagi wejangan dengan selipan kata2 suci. Memang baik juga, namun masih pada taraf permukaan, sebatas kata-kata tanpa teladan perbuatan nyata, bahkan justru karyawan bawahanlah yg dipaksa memahami kebijakan2nya bila itu bicara efisiensi, lbh banyak retorika dan bila menuntut sebuah kepatuhan, lantas terlahir sebuah pemberian harapan2 indah dg alasan jangka panjang dsbnya.

Disini saya td berpretensi untuk gegabah  memberikan penilaian, atau tergoda membuat penghakiman baik dan buruk. Sy hanya sharing saja atas kasus2 tsb yg sering kita hadapi tidak seseindah cerita2 sinetron yg dalam visual nya membuat pemisahan baik buruk dengan hal-hal lahiriah ( bahasa visual nya).

Bila dicermati, bisa jadi, yang bertindak relijius tsb masih taraf belajar menuju kematangan hidup, lantas yg sdh pasca dan purna dg relijius justru mengedepankan perbuatan nyata dan keteladanan bagi sesama.

"Pohon dikenal dari buahnya", scr dangkal saya gambarkan untk mewakili karakter manusianya: ada pohon yg buruk rupa namun manis buahnya, ada pohon yg rindang tinggi menjulang namun tidak berbuah apa apa. Buah adalah sbg perlambang 'hidup yang berdampak bagi sesamanya manusia".

Hidup itu indah, tak ada ruang untuk ragu.
Salam, Daniel Nugroho.

catatan mas daniel : tentang berbagi

Sore-sore menjelang buka puasa,.sy iseng muter2 mengendarai sepeda motor. Sdh bisa ditebak, jalanan macet di seputar Kebon Kacang bila saat menjelang buka puasa. Ditengah kemacetan, mendadak bunyi bedug ditabuh tanda sdh buka puasa. Msh dlm keadaan macet padat tp tdk merayap, sebelah saya mengeluarkan bekal makanan ( kurma ) untk membatalkan puasa. Yang menarik, mbak2 pengendara sepeda motor tsb tidak hanya makan kurma sendiri, tp juga menawarkan kpd orang-orang sekitarnya. Sy pun kena giliran ditawari pula, namun tanpa bermaksud mengurangi hormat sy kpd mbak2 tsb,  sy katakan kalau sy tidak puasa.

Dari cerita ringan sore td, saya tergelitik dg tindakan mbak2 tsb yg mau berbagi kpd orang lain tsb. Hal senada sering pula saya dengar dari cerita kawan saya, Ir. Budi Santoso, yg sll tdk bosan bercerita bahagia bila bisa berbagi kursi sekalipun bagi oranglain yg lbh membutuhkan, baik di busway maupun di kereta KRL. Hal tsb diceritakan agar benih2 kebaikan dan kepedulian thdp sesama  mekar bersemi penuh gairah....

Dunia yg kita tumpangi membutuhkan kasih sayang yg terlahir dari setiap penghuninya, setiap individunya. Kasih sayang yg  berangkat dari hal-hal yg kecil sekalipun.
Maka jikalau kita dg sadar melakukan perbuatan nyata seperti ini, niscaya semua makhluk berbahagia, dengan sentuhan kebaikan-kebaikan dari tangan tangan yg ikhlas melakukan, tangan tangan yg menguluran kebaikan tanpa pamrih, bahkan kebaikan yg dilakukan dg sadar sbg sebuah keharusan, kebaikan2 kecil yg dilakukan terus menerus tanpa pamrih, tanpa beban apapun, bukan lantaran surga semata.

Dengan kebaikan yg terus menerus dan tak henti satu dg yg lainnya, semoga justru telah menciptakan "surga" di dunia bagi sesamanya manusia.

Hidup itu indah, maka tak ada ruang untuk ragu.

Salam / Daniel Nugroho.

catatan mas daniel : tentang seorang bapak

Kira kira persis saat buka puasa sore tadi, saya menjumpai seorang bapak2 yg terjatuh dari motornya krn kedorong seb mobil yg berjalan lambat--persisnya di pertigaan jl Mas mansyur-Thamrin City. Reflek saya bantuin angkat motor bapak tsb yg mana bapak tsb tidak bergeming krn tertindih motornya,  dan saya bawa bapak tsb menepi di pembatas jalan.

Bapak tersebut kira kira usia 60 an tampak meringis kesakitan karena kakinya terkilir. Saya berusaha mijit sebisa saya krn memang hanya saya seorang diri meskipun banyak mobil yg terhenti karena macet arah ke thamrin city, utamanya pas waktu buka puasa otomatis jalanan sepi orang yg biasanya  lalu lalang.

Lalu sy menawarkan diri mengantar pulang, tp bapak tsb nekat  mau pulang sendiri, saya tidak tega, lalu saya antar sampai lepas terowongan casablanka yg sdh dekat rumahnya. Setelahnya saya buru2 pamit krn sy masih ada urusan yg lain.

Kini, setelah dirumah, saya baru sadar akan wajah tak berdosa pengendara mobil tsb. Tergambar jelas wajahnya tak bergeming sedikitpun dan pergi berlalu begitu saja.

Mendadak saya kesel sendiri, knp saya membantu orang hy setengah2? Knp jg respon saya begitu lambat untk sekaligus bertindak meminta pertanggung-jawaban yg seharusnya dari pengendara mobil yg tak punya sedikitpun welas asih tsb? Hey, ini bukan tentang uang atau tentang ganti rugi, tapi tentang keberadaan  hatimu!

Aku menyesali diri, knp membantu orang tidak maksimal. Istri sy menenangkan saya bahwa yg sy lakukan sdh cukup, katanya. Benar juga, persis kritikan mantan boss saya, Ir Budi Santoso, yg selalu mengatakan bahwa saya mudah larut dalam simpati/empati. Ughhh...

Kisah sore ini bukan tentang saya, tapi tentang rasa kemanusiaan yg pudar. Tentang perasaan yg sdh mati. Tentang hati yg sdh membatu.
Saya hanya membayangkan jika korban adalah bapak saya, lalu saya juga membayangkan pengendara mobil tsb adalah sebuah batu, bukan human.

Saya membagikan cerita ringan ini agar kita tdk lupa bahwa kita manusia, bukan manusia yg asyik sendiri. Bukan manusia yg sengaja menjadi lalai karena sibuk dg gadget nya.

Jika Guillaume Digulleville ialah seorang penyair abad 14 pernah mengatakan: " Hidupmu disini hanya ziarah", maka sore ini diruntuhkan oleh manusia abad ini dg pernyataan kira-kira demikian:"Hidupmu disini hanya main hape", hingga tak merasa bersalah meski sdh menabrak orangtua sekalipun.

Kita ini manusia, yang tidak boleh bosan-bosannya untk saling peduli dan utamanya mengasihi sesamanya manusia...

Selamat malam dan Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yg menjalankannya.

Salam, Daniel C Nugroho.